JAM-Pidum Menyetujui 19 Pengajuan Penghentian Penuntutan Restorative Justice

Nasional413 Dilihat

Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 19 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Senin (30/10/2023)

Keterangan Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana, adapun 19 Permohonan yang dihentikan tersebut yaitu:

1. Tersangka Pawardi als Cepol bin Naziril (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sambas, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

2. Tersangka Hery Haryono alias Hery alias Gagap bin Bolkini Ibrahim dari Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka M. Raafi Fadhil, S.T. Panduko als Raafi dari Kejaksaan Negeri Ternate, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka Suparman Abdullah alias Paman dari Kejaksaan Negeri Ternate, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka I Rommy Rahardjo bin Dikun 5. Rahardjo dan Tersangka II Firmansyah bin Maman dari Kejaksaan Negeri Lebak, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

6. Tersangka Ervan Supriatna alias Ervan bin Harun S. dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

7. Tersangka Ava Kasiko alias Ava dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

8. Tersangka Julian Ricki Momot dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

9. Tersangka Maria Yuliao Geovani Bao dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

10. Tersangka Fatmawati MS dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

11. Tersangka Raman alias Damang bin Samsuddin dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

12. Tersangka Rosmala Dewi alias Ros binti Arifin dari Kejaksaan Negeri Soppeng, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

13. Tersangka Arfan Fahroji bin Guntur dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

14. Tersangka Dicky Kelana Febriansyah bin Nurman dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

15. Tersangka Agus Prastyo dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

16. Tersangka Andi Triaya Santoso dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

17. Tersangka Fahri Maulana dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

18. Tersangka Mulyana dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

19. Tersangka Zulkarnain Surya Wibawa Amir alias Juli dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, tutur Ketut Sumedana ( Hendri)