Kejaksaan Tinggi Riau Mengajukan 1 Perkara Restoratif Justice ke JAM-Pidum
Pekanbaru – Bertempat di Ruang Vicon Lantai 2 Kejaksaan Tinggi Riau dilaksanakan Video Conference Ekspose Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dengan Direktur OHARDA pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Agnes Triani, SH., MH dan Koordinator pada Jampidum Kejaksaan RI. Selasa (24/1/2023).
Saat di konfirmasi terkait hal itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau Bambang Heripurwanto SH.MH., menyampaikan ke awak media bahwa Dalam Ekspose Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dihadiri oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas, SH., MH dan Kasi OHARDA pada Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Faiz Ahmed Illovi, SH. MH.
Sambung Kasi Penkum Kejati Riau, Tersangka yang diajukan penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif :
KEJAKSAAN NEGERI INDRAGIRI HILIR
Atas nama Tersangka Rudi Bin Siam
Kesatu Pasal 44 ayat (1) atau Kedua Pasal 44 ayat (4) Uu No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Kasus Posisi :
Bahwa pada hari Rabu tanggal 16 November sekira jam 13.00 WIB bertempat di rumah saksi PINDA Binti APEGI yang beralamat di Jalan Pelantar II Desa Panglima Raja Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau saat terdakwa RUDI Bin SIAM yang merupakan suami sah dari saksi PINDA Binti APEGI (berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor 003/03/I/2011 tanggal 03 Januari 2011 yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dan ditandatangani oleh Muhammad M. Basyuni) baru bangun tidur, kemudian terdakwa keluar kamar dan melihat istrinya yaitu saksi PINDA Binti APEGI sedang duduk di pintu ruang depan rumahnya sambil menjaga dagangan minuman dan makanan ringan.
Kemudian lanjut Kasi Penkum Kejati Riau, terdakwa menanyakan kepada saksi PINDA apakah AYU TING TING sudah pulang dari meminjam uang kepada keluarga terdakwa, lalu saksi PINDA menjawab “BELUM”, kemudian terdakwa menyuruh saksi PINDA untuk mencari AYU TING TING, namun saksi PINDA tidak melaksanakan perkataan terdakwa karena dagangan saksi PINDA tidak ada yang menjaga, lalu saksi PINDA menawarkan uang kurang lebih sejumlah Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) kepada terdakwa untuk dipakai terdakwa terlebih dahulu, namun terdakwa menolak karena uang tersebut tidak cukup, lalu saksi PINDA mengatakan “SUDAHLAH KALAU TAK MAU, KEMANA MAU CARI LAGI” kepada terdakwa sehingga membuat terdakwa marah, lalu terdakwa mendekati saksi PINDA yang sedang duduk menyandar di dekat pintu ruang depan rumah dan terdakwa langsung menendang ke arah wajah saksi PINDA dengan menggunakan kaki sebelah kiri mengenai bibir dan pipi sebelah kiri saksi PINDA hingga kepala saksi PINDA terhentak atau terhantuk ke dinding yang mengakibatkan bibir luar dan dalam saksi PINDA mengalami luka robek.
Bahwa berdasarkan visum et repertum Nomor: VER/II/XI/2022 terhadap saksi PINDA Binti APEGI yang dikeluarkan oleh UPT Puskesmas Concong Luar dan ditandatangani oleh dr.Wira Oktovia.
Bahwa pengajuan 1 (satu) perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Penuturan Kasi Penkum Kejati Riau Bambang Heripurwanto SH.MH., Alasan pemberian penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ini diberikan yaitu :
1. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan korban sudah memberikan maaf kepada tersangka;
2. Tersangka belum pernah dihukum;
3. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
4. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;
5. Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya;
6. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela (tanpa syarat) dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;
7. Masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.”sumber Kasi Penkum Kejati Riau”(Hendri Sumateratimes)